Bentuk,Fungsi,dan Makna Rumah sasak :
Bagi masyarakat Sasak tradisional, rumah
bukan sekadar tempat hunian yang multifungsi, melainkan juga punya
nilai estetika dan pesan-pesan filosofi bagi penghuninya, baik
arsitektur maupun tata ruangnya.
Rumah adat Sasak pada bagian atapnya
berbentuk seperti gunungan, menukik ke bawah dengan jarak sekitar 1,5-2
meter dari permukaan tanah. Atap dan bubungannya (bungus)
terbuat dari alang-alang, dindingnya dari anyaman bambu, hanya mempunyai
satu berukuran kecil dan tidak ada jendelanya. Ruangannya (rong) dibagi
menjadi inan bale (ruang induk) yang meliputi bale luar (ruang tidur)
dan bale dalem berupa tempat menyimpan harta benda, ruang ibu melahirkan
sekaligus ruang disemayamkannya jenazah sebelum dimakamkan.
Ruangan bale dalem dilengkapi amben,
dapur, dan sempare (tempat menyimpan makanan dan peralatan rumah tangga
lainnya) terbuat dari bambu ukuran 2 x 2 meter persegi atau bisa empat
persegi panjang. Selain itu ada sesangkok (ruang tamu) dan pintu masuk
dengan sistem geser. Di antara bale luar dan bale dalem ada pintu dan
tangga (tiga anak tangga) dan lantainya berupa campuran tanah dengan
kotoran kerbau atau kuda, getah, dan abu jerami. Undak-undak (tangga),
digunakan sebagai penghubung antara bale luar dan bale dalem.
Hal lain yang cukup menarik diperhatikan
dari rumah adat Sasak adalah pola pembangunannya. Dalam membangun
rumah, orang Sasak menyesuaikan dengan kebutuhan keluarga maupun
kelompoknya. Artinya, pembangunan tidak semata-mata untuk mememenuhi
kebutuhan keluarga tetapi juga kebutuhan kelompok. Karena konsep itulah,
maka komplek perumahan adat Sasak tampak teratur seperti menggambarkan
kehidupan harmoni penduduk setempat.
Bentuk rumah tradisional Lombok
berkembang saat pemerintahan Kerajaan Karang Asem (abad 17), di mana
arsitektur Lombok dikawinkan dengan arsitektur Bali. Selain tempat
berlindung, rumah juga memiliki nilai estetika, filosofi, dan kehidupan
sederhana para penduduk di masa lampau yang mengandalkan sumber daya
alam sebagai tambang nafkah harian, sekaligus sebagai bahan pembangunan
rumah. Lantai rumah itu adalah campuran dari tanah, getah pohon kayu
banten dan bajur (istilah lokal), dicampur batu bara yang ada dalam batu
bateri, abu jerami yang dibakar, kemudian diolesi dengan kotoran kerbau
atau kuda di bagian permukaan lantai. Materi membuat lantai rumah itu
berfungsi sebagai zat perekat, juga guna menghindari lantai tidak
lembab. Bahan lantai itu digunakan, oleh warga di Dusun Sade, mengingat
kotoran kerbau atau sapi tidak bisa bersenyawa dengan tanah liat yang
merupakan jenis tanah di dusun itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar